• M. Iqbal Lantik Ketua PSSI Kota Ternate
  • PLTU Digugat Warga Cirebon dan Indramayu
  • HMI Akan Interupsi Donal Trump
  • M.Sarafuddin; HMI Akan Membantu Pembangunan Daerah Berbasis Data
  • Muksin Amrin Menghimbau Agar ASN Tidak Berkampanye di Medsos

M. Iqbal Lantik Ketua PSSI Kota Ternate


OnlineMollucas - Pelantikan Asosiasi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Kota Ternate yang diketuai oleh Muhidin Taha dengan Nomor SK: 75/Kep/ASPROF.PSSI-MU/2017 yang dilantik lansung oleh ketua Pelantikan Asosiasi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Provinsi Maluku Utara M. Iqbal Ruray M.BA. Selasa 12/12/2017. 

Prosesi pelantikan berlangsung dengan pembacaan surat pengukuhan serta penyerahan bendera dan plakat oleh Ketua PSSI Provinsi kepada Ketua PSSI Kota Ternate. 

Dalam sambutan Ketua (PSSI) Maluku Utara berharap agar pengurus yang baru saja dilantik dapat menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan baik. 

"Mudah-mudahan pengurus yang baru saja dilantik dapat menjalankan tugas dan tanggung dengan baik" pintanya. 

"PSSI Kota Ternate juga harus menghimpun generasi bertalenta dari setiap kelurahan agar dibina supaya bermental seperti pemain dunia." Lanjutnya.

Dan diakhir sambutanya ia (M. Iqbal) Meminta sinergisitas pemda Kota Ternate dan PSSI Kota Ternate untuk turut serta  mengembangkan persepakbolaan Kota Ternate lebih baik lagi. 

(YH4519)
read more →

Sekolah umum di Palestina dikuasai oleh kurikulum Israel

Sekolah-Sekolah Palestina dalam Cengkeraman Israel

OnlineMollucas - Israel menginginkan segalanya di bawah kendali mereka," kata Muna Ateeq, salah seorang pendiri sekolah Zahwat al-Quds kepada Al Jazeera. “Mereka benar-benar ingin mempengaruhi pendidikan, sehingga mereka dapat dengan mudah mengendalikan generasi penerus Palestina."

Zahwat al-Quds adalah sebuah sekolah swasta jenjang Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) di daerah Beit Hanina lingkungan Yerusalem Timur. Sekolah ini melayani sekitar 90 siswa usia 3-9 tahun. Pada Juli, awal tahun ajaran baru kemarin, Zahwat al-Quds mendapat serangan dari Israel. 

Penyebabnya politis: para staf sekolah menolak mengajar memakai kurikulum Israel dan tetap memilih memakai kurikulum Palestina. 


Setelah penyerangan, pada bulan September lalu, tiga pejabat Israel pernah menyambangi Zahwat al-Quds untuk memberitahukan bahwa sekolah itu ditutup. Menurut keterangan dari Ateeq, mereka kembali lagi pada bulan November. Mereka memasuki ruang kelas, menahan tiga guru termasuk wakil kepala sekolah, dan memotret beberapa siswa.

Sementara itu, menurut guru lokal lainnya, Ola Nini, "Petugas mulai menanyai murid-murid tentang buku yang mereka baca dan memotret buku-buku tersebut." Petugas kemudian berjalan ke kantor kepala sekolah, menerobos masuk, dan menyita gaji guru dan surat-surat sekolah di laci meja kepala sekolah, jelasnya lagi.

Rachel Greenspan, jubir pemerintah daerah, mengatakan bahwa kota Yerusalem tidak terlibat dalam insiden tersebut dan membantah telah ada serangan di sekolah itu. “Ada perselisihan antara guru dan kepala sekolah mengenai gaji,” kata Greenspan menanggapi.

Sebelum diserang, Zahwat al-Quds mengantongi izin dan dana dari Israel melalui pemerintah Yerusalem. Dan sejak diputus hubungannya oleh Israel, sekolah ini mendapat izin dari Wakaf Islam yang terhubung dengan pemerintah Palestina. 

Beberapa orang Palestina di Yerusalem Timur berpendapat serangan terhadap Zahwat al-Quds merupakan misi Israel untuk mendepolitisasi kaum muda Palestina secara sistematis. Dengan diserang, anak-anak mesti pindah ke sekolah umum yang dipegang pemerintah Israel. Israel pun dapat dengan mudah mengendalikan apa yang harus mereka pelajari.
Siswa sekolah lain juga ada yang dituduh melempari batu ke petugas sehingga polisi, tentara dan pasukan khusus sering masuk sekolah untuk menggerebek. Salah satu sekolah di Yerusalem yang pernah digerebek lebih dari 10 kali adalah Dar al-Aytam., Bahkan kepala sekolahnya pernah ditahan dan diusir dari wilaayah Kota Tua selama 45 hari.

Seorang juru bicara polisi Israel ketika hendak dimintai keterangan oleh Al Jazeera mengenai masalah Dar al-Aytam memilih untuk tidak mau menanggapi.

Dari Pembongkaran Sekolah sampai Pelecehan

Di Yerusalem Timur, ada tiga jenis sekolah yang berdiri, mulai sekolah pemerintah negeri, swasta, serta sekolah Palestina. Ketiganya ini punya pengalaman dan hubungan yang berbeda dengan negara Israel.

Peristiwa penutupan dan ancaman pembongkaran seperti yang dialami Zahwat al-Quds bukanlah yang pertama. Selama lebih dari 40 tahun, dunia pendidikan di wilayah Palestina yang diduduki Israel (OPT) merasakan dampak langsung dari konflik tak berkesudahan sejak negara Israel berdiri. Tidak terkecuali wilayah di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur dan Gaza.

Tema masalah ini pernah diteliti oleh Commission of the Churches on International Affairs (CCIA) yang laporannya dirilis pada 2013 lalu. 

Suramnya kondisi dunia pendidikan di bawah rezim negara Israel yang berhasil dipetakan, mulai dari penahanan sejumlah anak-anak dan remaja sekolah, hingga hambatan dan pembatasan dari Administrasi Sipil Israel (ICA) untuk mengembangkan infrastruktur pendidikan yang sesuai dengan standar kemanusiaan minimum.

Mekanisme Pemantauan dan Pelaporan PBB (MRM) mencatat bahwa pada tahun 2010, ada 24 serangan terhadap sekolah di wilayah Palestina yang diduduki Israel dan berdampak langsung kepada 7.071 siswa. Pada 2011 jumlah serangan ke sekolah meningkat menjadi 46 dan pada 2012, antara Januari sampai Agustus terjadi 17 serangan yang mengakibatkan kerusakan fasilitas pendidikan dan gangguan sekolah yang mempengaruhi 9.357 siswa.

Bentuk serangan di sekolah yang paling sering dilaporkan adalah serangan udara di sepanjang jalur Gaza, alihfungsi sebagai tempat militer, vandalisme dan lainnya. Seperti laporan pada 2011, sebagian sekolah dibongkar di desa Dkaka dan pada tahun 2010, sekolah di Khirbet Tana dekat Nablus dibongkar dua kali. 

Fenomena ini terus berlanjut hingga di daerah Tepi Barat dan di Yerusalem Timur pada 2013 yang mendapat perintah pemberhentian baik secara tertulis maupun perintah pembongkaran dari Administrasi Sipil Israel. Itu artinya, sekolah mereka dalam ancaman pembongkaran. Belum lagi para staf sekolah dan siswa-siswi mendapat kunjungan berulang dari personel tentara militer Israel untuk mengintimidasi.

Peristiwa lain yang lebih ironis adalah laporan tentang anak-anak yang tiap harinya harus menempuh perjalanan jauh untuk pulang pergi ke sekolah, dan masih harus menanggung perlakuan pelecehan saat mereka berada di pos pemeriksaan militer Israel di sepanjang tembok pemisah di Tepi Barat termasuk Yerusalem Timur.

Pelecehan dan kekerasan yang dilakukan baik oleh tentara maupun pemukim Israel pada akhirnya menjadi faktor utama para siswa putus sekolah, terutamanya anak perempuan. Juga tekanan psikososial di antara anak-anak lainnya baik laki-laki maupun perempuan.

Lebih jauh lagi, setelah menentukan kurikulum yang dipakai, Israel turut menentukan isi buku bacaan sekolah di wilayah Palestina.

Sensor Buku

Yerusalem Timur sebagai salah satu titik didih terpanas perebutan kekuasaan antara negara Israel dan otoritas Palestina. Ketika kurikulum Israel dipaksa diberlakukan di sekolah-sekolah Palestina termasuk di wilayah Yerusalem Timur, itu artinya turut menentukan buku bacaan sekolah yang ada.

Samira Alayan, dosen dari Hebrew University dalam penelitiannya berjudul "White Pages: Israeli Censorship of Palestinian Text Books in East Jerusalem" mengungkap tentang pola penyensoran berbagai buku di sekolah-sekolah Palestina dari kajian 14 teks buku sejarah.

Hasilnya, pemerintah Israel melalui Kementerian Pendidikan menerapkan sensor yang radikal seperti mencakup penghilangan simbol nasional Palestina, penghapusan bagian anti-Zionis di kalimat dan paragraf, bahkan hingga penghapusan keseluruhan bab menjadi halaman kosong.


“Ketika buku-buku tersebut sampai di Yerusalem, penguasa Israel membaca dengan teliti dan menghapus kalimat dan pernyataan yang bertentangan dengan ideologi Israel,” kata Alayan.

Alayan mencatat bahwa Israel "mencari konten yang menyinggung Israel, termasuk ungkapan anti-Israel dan penyebutan Otoritas Palestina".

Secara eksplisit, motif penyensoran ini didefinisikan sebagai keinginan untuk melindungi siswa dari membaca materi yang dianggap dapat menghasut. Motif implisitnya adalah soal narasi Palestina. Karena itu, penekanan mereka dapat diarahkan secara sengaja untuk meruntuhkan pembentukan ingatan kolektif akan kemerdekaan Palestina.

Narasi utama Israel adalah untuk mengajarkan orang-orang Palestina bahwa negara Palestina yang punya sejarah itu sebenarnya kosong ketika Israel didirikan pada tahun 1948. Dan bahwa Arthur Balfour memberi negara yang tidak berpenghuni ini kepada orang-orang Yahudi.

Sawsan Safadi, kepala hubungan masyarakat dan hubungan internasional di departemen pendidikan Waqf, mengatakan bahwa Israel bertujuan untuk menciptakan generasi baru orang-orang Palestina yang merupakan orang Israel normal, bukan orang-orang Palestina."

Israel diketahui telah mencoba untuk mengendalikan pendidikan Palestina di Yerusalem Timur sejak tahun 1967 ketika mereka mulai menduduki dan mencaplok wilayah tersebut. Langkah Israel selanjutnya adalah berusaha untuk memperkenalkan kurikulum Arab-Israel ke sekolah-sekolah di Yerusalem Timur. Orang-orang Palestina membenci perubahan ini dan mencoba menemukan pilihan pendidikan alternatif.

Sebelum 1967, sekolah-sekolah Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza sejak didirikan negara Israel pada 1948 menggunakan kurikulum dan buku teks dari Yordania dan Mesir. Ketika pengambilalihan sistem pendidikan di Palestina pada 1967, buku teks dari Yordania dan Mesir yang telah digunakan bertahun-tahun disensor oleh komandan pendidikan militer Israel. 
Sistem pendidikan Palestina sendiri pada akhirnya baru terbentuk bersamaan dengan Perjanjian Oslo 1994. Otoritas Nasional Palestina kemudian bertanggung jawab untuk kurikulum di sekolah-sekolah di Yerusalem Timur. Mereka menyediakan buku teks yang sesuai. Namun karena sekolah-sekolah ini berada di yurisdiksi Israel, konten pelajaran diawasi dan disensor oleh Kementerian Pendidikan Israel.

Salah satu aspek keberatan penggunaan kurikulum Israel adalah faktor ideologis. Pertama, kurikulum Israel memiliki narasi sejarah Zionis, dan orang-orang Palestina sudah tidak menghargai jajaran birokrat Israel yang menentukan apa yang boleh dan tidak di sekolah mereka.

Kedua, orang-orang Palestina ingin menjaga identitas Palestina mereka, sementara kurikulum Israel yang dirancang untuk warga Arab Israel menyarankan identitas yang melebur antara Palestina-Israel. Dalam hal ini, para orang tua khawatir bahwa pembangunan identitas nasional Palestina tidak akan sama lagi.

Selanjutnya, warga Palestina di Yerusalem Timur merasa lebih dekat dengan warga Palestina yang tinggal di Wilayah Otoritas Palestina (PNA) dan mereka merasa dipisahkan dari warga Palestina-Israel yang memiliki kewarganegaraan Israel.

Pengendalian buku bacaan sekolah Palestina seperti yang dilakukan oleh pemerintah Israel merupakan salah satu praktik kerja kolonial untuk melanggengkan dan mempertahankan kekuasaan di tanah jajahan. Belum lagi serangkaian aksi kekerasan baik terhadap bangunan sekolah, para staf termasuk guru, hingga penangkapan dan pelecehan yang dialami para anak sekolah.

Kurikulum baru yang ditawarkan oleh Otoritas Nasional Palestina dan kemudian ditakuti oleh pemerintah Israel adalah hal penting dalam penyatuan identitas nasional Palestina serta memberi garis membeda antara identitas mereka dengan identitas Israel.

Di sisi lain, pada 2016, Samira Alayan juga pernah merilis hasil penelitiannya berjudul "The Holocaust in Palestinian Textbooks: Differences and Similarities in Israel and Palestine." Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa Kementerian Pendidikan Palestina memilih tidak mengajarkan Holocaust. 

Topik peristiwa tersebut dianggap sudah tidak relevan dengan siswa-siswi Palestina sekarang dan tidak menekankan hal tersebut karena situasi politik. Holocaust juga dianggap bisa memberikan legitimasi atas apa yang Israel lakukan di tanah Palestina.

Pada akhirnya, politik adalah panglima. Pendidikan sejarah bisa dibengkokkan sebengkok-bengkoknya, agar sesuai komando sang panglima. 
read more →

PLTU Digugat Warga Cirebon dan Indramayu


OnlineMollucas - Sudah sejak jam 7 pagi, para petani berkumpul di areal persawahan di dekat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Indramayu 1. Mayoritas adalah petani penggarap dari Desa Mekarsari, Patrol, Indramayu. “Kami berkumpul untuk sosialisasi kenapa kita menolak PLTU 2,” kata seorang petani.

Hari itu bertepatan dengan Hari Tani, 24 September 2017. Ratusan petani duduk membentuk setengah lingkaran di sebuah jalan baru yang dibangun untuk akses ke calon lokasi PLTU Indramayu 2. Bergantian, beberapa petani maju di tengah kerumunan dan menyatakan pendapat. Intinya, mereka tidak rela sawah garapan mereka diambil menjadi areal PLTU Indramayu 2. 

“Kalau mau dipakai untuk rumah sakit, silakan. Untuk sekolah, silakan. Saya tidak menghalangi pembangunan. Tapi tidak untuk PLTU,” ujar Dawina, 47 tahun, di bawah terik matahari.

Menurut para petani, kehadiran PLTU 1 telah membuat hasil panen mereka merosot. Selain itu, ada dampak penyakit pernapasan dan penurunan hasil tangkapan laut. “Yang di sini (dekat PLTU) masih bagus, karena sedang musim angin timur. Debu tidak banyak jatuh di sini. Tapi di daerah lain yang kena debu, ada yang gagal panen,” cerita salah seorang petani.

Tak hanya petani, di lokasi juga tampak seorang personel Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakatm ditemani seorang petugas berkemeja putih. Ia meminta petani memperlihatkan daftar hadir, kemudian memotretnya. Tak lama kemudian, beberapa petugas kepolisian bersenjata lengkap mendatangi lokasi. Mereka mengawasi aksi para petani hingga selesai.

Para petani bercerita, polisi memang tampak lebih waspada setelah mereka mengajukan gugatan atas izin lingkungan PLTU Indramayu 2 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, Juli lalu. Para petani penggarap memutuskan untuk menggugat izin lingkungan untuk pembangunan PLTU 2 setelah mengetahui lokasinya sangat dekat dengan desa mereka. “Hanya 200 meter dari desa kami,” kata Dul Muin sambil menunjukkan batas lokasi PLTU Indramayu 2 dan batas Desa Mekarsari.

Saat berkumpul dengan para petani penggarap, Rodi menambahkan, ada beberapa alasan kenapa mereka menolak kehadiran PLTU. “Pertama, merampas ruang hidup kita. Padahal, ini tanah produktif semua. Kedua, menghilangkan lapangan kerja, terutama untuk kaum ibu. Kalau bertani, kita biasa kerja sama-sama. Kalau ada PLTU, kaum ibu akan kerja apa?”

Ketiga, PLTU akan membuat wilayah Desa Mekarsari nyaris habis. Dari total wilayah Mekarsari seluas 300 hektare, lebih dari 200 ha akan diambil oleh PLTU. Kelak, akan tersisa tempat permukiman saja. 

“Perusahaan, PLN, tawarkan bantuan pupuk ke petani. Baru janji-janji saja, tapi tidak masuk di akal. Lahan habis, mau bertani di mana? Nelayannya ditawari jaring, sementara lautnya dipakai. Ditawari bebek, kambing, ada yang tertarik. Ada beberapa yang mau, diminta tanda tangan setuju ada PLTU. Padahal, baru janji. Tapi kalau nanti sawahnya habis, bebek dan kambing mau nyari makannya di mana?” ujar Rodi.

Belum lagi, sambung Rodi, masalah kesehatan yang mungkin timbul bila PLTU telah beroperasi. Ia emoh desanya mengalami nasib serupa dengan Desa Tegal Taman dan Ujung Gebang, yang merasakan dampak terparah dari PLTU Indramayu 1. Dari data yang dihimpun oleh Wahana Lingkungan Hidup Jawa Barat, tak kurang 25 anak menderita flek paru-paru.

Dengan alasan-alasan tersebut, akhirnya para petani penggarap sepakat untuk menggugat izin lingkungan PLTU Indramayu 2. Apalagi, menurut warga, tidak pernah ada sosialisasi ke warga untuk pembangunan PLTU 1 maupun PLTU 2. Dawina, Taniman, dan Warso dipilih menjadi wakil mereka. Lembaga Bantuan Hukum Bandung menjadi kuasa hukum mereka. 

PLTU Indramayu 2 Harus Disetop

“AMDAL sudah sedemikian rupa mengantisipasi dampak lingkungan. Salah satunya dengan piranti atau alat yang disebut FGD (flue-gas desulfurization). Alat ini sangat mahal, Pak. Bisa mencapai kurang lebih 10% dari biaya investasi. Karena itu, tidak semua PLTU pakai ini. Tapi PLTU (Indaramayu) 2 pakai ini. Saya kaget, karena termasuk mewah. Karena ini bisa mengurangi banyak sekali SOx (sulfur oksida),” kata M. Taufik Affik di hadapan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara  Bandung, 8 November lalu.

Taufik adalah seorang pakar lingkungan dari Pusat Studi Lingkungan Hidup Institut Teknologi Bandung, yang menjadi saksi untuk PLN, sebagai tergugat dalam gugatan izin lingkungan untuk PLTU Indramayu 2. Ia menjadi saksi ahli bersama Sudaryanti Cahyaningsih, pengajar dari Institut Teknologi Nasional, Bandung, yang juga pernah terlibat dalam penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) untuk PLTU Indramayu 1. 

Kepada majelis hakim, Taufik menambahkan, PLTU Indramayu 2 juga akan dilengkapi "dua peralatan canggih" lain untuk menekan emisi, yakni DSP-CFT (dry solids pump coal feed technology) dan ESP (electrostatic precipitator). Dengan narasi ini, Taufik ingin mengatakan PLTU Indramayu 2 memiliki spesifikasi di atas kebanyakan PLTU di tanah air. 

Saat dihadapkan pada keluhan nelayan bahwa mereka semakin sulit mencari ikan dan rebon sejak kehadiran PLTU Indramayu 1, Taufik menyatakan penurunan hasil tangkapan laut sudah terjadi bahkan sejak sebelum PLTU berdiri. Dengan demikian, PLTU belum tentu menjadi penyebab dari kemerosotan hasil tangkapan laut yang dialami para nelayan Indramayu.

Namun, setelah didesak majelis hakim, pada akhir kesaksiannya, Taufik mengakui memang belum ada penelitian yang independen dan komprehensif di Indonesia mengenai dampak PLTU terhadap lingkungan di sekitarnya.

Setelah mendengarkan keterangan kedua saksi dan memberi kesempatan kuasa hukum dari kedua belah pihak untuk bertanya, sidang akhirnya ditutup sekitar pukul 16.00. Hakim memberi kesempatan selama dua minggu kepada kuasa hukum kedua pihak untuk menyampaikan kesimpulan tertulis.

Hari itu adalah sidang ke-13 kasus gugatan warga Mekarsari melawan Bupati Indramayu melalui Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Indramayu sebagai penerbit izin dan PLN sebagai tergugat terintervensi. 

“AMDAL PLTU Indramayu 2 bermasalah. Ada cacat substantif,” ujar Lasma Natalia, kuasa hukum para petani penggarap Mekarsari. 

Pertama, izin tersebut diterbitkan oleh bupati. Padahal, apabila kegiatan usaha melibatkan laut, izinnya harus berasal dari gubernur. Selain itu, penerbitan izin tidak melalui surat keputusan dari Kementerian Lingkungan Hidup.

Kedua, ada cacat prosedural karena pembuatan AMDAL tidak ada proses konsultasi dengan masyarakat terdampak. Memang, para petani yang dia wakili tidak memiliki lahan. Namun, para buruh tani ini menggantungkan penghidupannya pada sawah yang kelak menjadi fasilitas PLTU. "Jadi, seharusnya mereka pun diajak bicara," katanya. 

Kenyataannya, AMDAL sudah terbit pada 2010, warga baru mengetahui pada 2017. Itu pun setelah melalui proses permohonan informasi kepada badan modal dan izin Indramayu. Dengan latar belakang seperti ini, Lasma berharap, PTUN akan memerintahkan pencabutan izin untuk pembangunan PLTU Indramayu 2. 

Harapan Lasma dan ratusan buruh tani Desa Mekarsari terkabul. Rabu, 6 Desember lalu, PTUN Bandung akhirnya memenangkan gugatan warga. Konsekuensinya, pembangunan PLTU Indramayu 2 mesti disetop. 

Menggugat PLTU 2 Cirebon

Jauh sebelumnya, nelayan dan petani garam di Desa Kanci Kulon, Cirebon, sempat mencicipi manisnya kemenangan. Setelah melalui 16 kali persidangan yang menguras emosi, pada 19 April 2017, PTUN Bandung memenangkan gugatan mereka. Pengadilan memerintahkan agar izin lingkungan untuk PLTU Cirebon 2 dicabut.

Kemenangan tersebut seperti oase bagi warga Kanci yang telah menolak kehadiran PLTU sejak kabar pembangunannya terdengar pada 2007. Mereka telah menggelar protes berkali-kali. “Waktu itu, tiap kali demo, bisa ratusan orang,” kata M. Aan Anwaruddin, Ketua Rakyat Pembela Lingkungan (RAPEL) Cirebon.

Namun, mental mereka sempat runtuh karena terekam dalam aksi pembakaran fasilitas umum. Menurut Aan, mereka seperti dijebak dalam situasi tersebut. Mereka memang tidak ditahan, tetapi ada peringatan. Bila mereka melakukan aksi besar lagi, rekaman akan dipakai untuk menahan mereka. 

Aksi mereka pun meredup. Tak sedikit yang akhirnya menyerah, menerima kehadiran PLTU. Namun, hasil tangkapan laut yang jauh berkurang sejak kehadiran PLTU kembali menyulut kegelisahan masyarakat. Terutama, mereka yang sudah memasuki usia senja, yang kesulitan untuk mencari pekerjaan lain.

Akhirnya, dengan dukungan dan pendampingan dari beberapa organisasi nonpemerintah, warga Kanci Kulon sepakat menggugat rencana pembangunan PLTU Cirebon 2. Ada tujuh warga yang menjadi penggugat. Gugatan yang mereka layangkan ke PTUN Bandung pada Desember 2016 merupakan upaya hukum pertama menolak PLTU.

Ada dua persoalan utama yang menjadi alasan warga Kanci Kulon mengajukan gugatan. Pertama, lokasi PLTU Cirebon 2 melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cirebon. Seharusnya, hanya Kecamatan Astanajapura yang diperuntukkan sebagai lokasi PLTU. Ternyata, AMDAL PLTU Cirebon 2 menyertakan wilayah Kecamatan Mundu. 

Kedua, masyarakat menggugat proses AMDAL yang tidak melibatkan warga. Seperti halnya masyarakat Mekarsari, warga Kanci Kulon merasakan sumber penghidupan mereka menghilang sejak kehadiran PLTU Cirebon 1. Kualitas garam turun dan kian sulit mencari hasil laut, seperti ikan, udang, rebon, dan kerang. 

Dengan dasar pelanggaran RTRW, PTUN Bandung akhirnya memerintahkan Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Provinsi Jawa Barat untuk mencabut izin lingkungan bagi PLTU Cirebon 2. Atas keputusan ini, BPMPT selaku tergugat menyatakan banding pada 21 April 2017.

Meski ada keberatan dari tim pendukung warga Kanci Kulon atas upaya banding tersebut, BPMPT terus melanjutkan proses banding. Pada 20 Juni 2017, BPMPT mengajukan dokumen pendukung banding. Berikutnya, pada 6 Juli, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara di Jakarta mengeluarkan nomor registrasi untuk banding tersebut. 

Sementara proses banding berjalan, ternyata ada hal lain yang sedang berjalan, yaitu upaya mencari izin baru. Pada 29 Mei 2017, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mengeluarkan surat rekomendasi bahwa pembangunan dan operasi PLTU Cirebon 2 sejalan dengan Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2017. Dengan kata lain, bisa berlanjut meski tak sesuai RTRW daerah. 

PP No. 13 Tahun 2017 sebenarnya baru terbit pada 12 April 2017 ketika proses hukum terhadap PLTU Cirebon 2 berlangsung. Dengan mengacu aturan baru ini, pada 17 Juli, Pemprov Jawa Barat menerbitkan izin lingkungan baru untuk PLTU Cirebon 2. 

“Izin baru memakai dasar PP No. 13 Tahun 2017, bahwa selama proyek infrastruktur yang ditetapkan masuk ke dalam proyek strategis nasional, maka setiap RT/RW daerah harus mengikuti RTRW nasional,” ujar Heru Dewanto, Presiden Direktur PT Cirebon Energi Prasarana, pengembang PLTU Cirebon 2.

Hanya sehari setelah mengeluarkan izin baru tersebut, BPMPT Jawa Barat menandatangani surat yang menyatakan pihaknya menarik permohonan banding dan meminta PTUN Bandung memberitahukan hal ini kepada PTTUN di Jakarta dan penggugat. PTUN Bandung baru menerima surat ini pada 1 Agustus.

Akhirnya, PTTUN mengabulkan pencabutan banding tersebut pada 16 Agustus. Namun, pengadilan baru memberitahukan kepada penggugat lewat surat tertanggal 18 Agustus, yang diterima tim pendukung penggugat lima hari kemudian.

Berbekal izin baru tersebut, PLTU Cirebon 2 pun melanjutkan proses pencairan dana dari para kreditur. “Kan, AMDAL tidak ada masalah,” ujar Heru.

Lahan Warga Diambil Pelan-Pelan

Bagi masyarakat Kanci Kulon, proses penerbitan izin baru tersebut mengungkap kembali trauma puluhan tahun lalu. Sejak lama mereka adalah orang-orang yang melawan dan kalah. PLTU Cirebon 2, jika kelak berdiri dan beroperas, akan menjadi simbol kekalahan mereka kali kedua. Sebab, menurut cerita sejumlah warga, tanah yang menjadi lokasinya menyimpan cerita pahit tentang penjarahan tanah rakyat, beberapa dekade silam.

“Pada 1985-1986, tanah milik rakyat pernah dibebaskan secara paksa di bawah todongan senjata,” kenang seorang warga. Padahal, yang melakukan pembebasan tanah tersebut adalah perusahaan swasta bernama PT Marines. Tidak jelas siapa pemilik perusahaan ini. 

Penduduk akhirnya melepaskan tanah mereka dengan harga murah. Untuk yang belum bersertifikat, tanah dihargai Rp125-Rp250 per meter persegi; dan yang sudah bersertifikat dihargai Rp350-Rp500 per meter persegi. 

Sekitar 20 pemilik tanah belum bersedia menjual lahan karena tidak sepakat dengan harga. Baru kemudian, pada 1989, beredar kabar lahan tersebut akan digunakan untuk pusat pelabuhan kayu. Akhirnya, mereka sepakat menjual lahan dengan harga Rp700-Rp900 per meter persegi. Namun, kabarnya mereka tak kunjung menerima bayaran sampai sekarang. Toh, tanah tetap diambil.

Lahan-lahan ini rupanya terbengkalai. Warga sempat memanfaatkannya untuk ladang garam. Namun, pada 2007—menjelang rencana PLTU Cirebon 1—Perhutani muncul dan mengklaim tanah tersebut sebagai miliknya. Dasarnya surat pelimpahan hak dari masyarakat ke Perhutani.

Mereka yang merasa belum pernah menerima pembayaran pernah meminta penyesuaian harga untuk tanah mereka. Bahkan, pada 2010, mereka sempat menggugat Kementerian Kehutanan. Tapi, setahun kemudian, suara warga terpecah, sehingga proses ini mentok. 

Belakangan, pada 2015, ada papan nama yang mengklaim tanah tersebut milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Luasnya mencapai 195 hektare. Masyarakat tidak pernah tahu seperti apa status legalitas tanah ini. Yang jelas, Kementerian kemudian menyewakan lahan ini kepada PLTU Cirebon 2, dengan tenor 40 tahun.

Ratusan petani garam yang menggarap lahan itu sekarang sudah diminta untuk pergi. Sementara para nelayan hanya bisa melihat laut dari kejauhan. Itu pun terhalang tanggul yang dibangun PLTU.

Alhasil, setelah keluar perizinan baru pada Juli 2017 untuk proyek PLTU Cirebon 2, para nelayan dan tim kuasa pun geram. Mereka berniat menggugat kembali keabsahan izin baru tersebut. 

“Kali ini WALHI akan ikut menggugat,” ujar Dwi Sawung dari WALHI.

Sawung mengatakan, ada cacat prosedural dalam penerbitan izin baru tersebut. Sebab, izin itu terbit saat proses hukum masih berlangsung. Izin lama masih dipersoalkan, izin baru keluar. Sudah begitu, penerbit kedua izin itu adalah lembaga yang sama. 

“Kalau izin lama akhirnya dicabut untuk memenuhi perintah pengadilan, konsekuensinya, izin baru tersebut, berikut dokumen pendukungnya, harus dinyatakan tidak valid,” ujarnya. 

Namun, tidak semua warga Kanci Kulon bersemangat untuk terus menggugat. Kekalahan demi kekalahan membuat mereka lelah. Beberapa upaya corporate social responsibility dari PT Cirebon Energi Prasarana pun memicu rasa curiga dan perpecahan. Misalnya, ada tudingan bahwa salah satu penggugat telah menerima jaring ikan dan sejumlah uang. 

“Saya memang terima jaring ikan. Tapi saya tidak pakai. Untuk jaring apa? Tidak ada ikan,” ujar Surip, yang dengan pandangan matanya menunjuk ke arah bungkusan jaring ikan yang tergeletak di bawah meja televisi di rumahnya.

Keluhan keluarga dan tuntutan ekonomi pun membuatnya enggan untuk berkumpul dengan rekan-rekannya yang masih bersemangat menolak kehadiran PLTU. “Saya capek,” kata Surip, singkat.

Apakah kelelahan serupa bakal dialami warga Indramayu bila proses peradilan berlanjut? Dan apakah PP 13/2017 akan dipakai oleh pemerintahan Jokowi untuk memuluskan pembangunan PLTU Indramayu 2? 

Untuk sementara waktu, warga Mekarsari merayakan kemenangan kecil. 
read more →

KNPI dan GMKI Kerja Sama Meriahkan Natal

Ternate, Online.com Dalam rangka menjemput momentum Natal, KNPI dan GMKI gelar Jumpa pers di Kedai Coffe Acustik 2 Sabtu (10/12/2017). 
Kerja sama KNPI dan GMKI bermaksud untuk turut memeriahkan Natal yang akan dilaksanakan pada 14 Desember mendatang dan dilaksanakan selama enam hari. Di acara pembukaan pada tanggal 14 Desember nanti, rencana pelaksanaan pembukaan  akan dilakukan di Gereja Ayam sekaligus penyerahan 10 beasiswa kepada mahasiswa GMKI serta kunjungan ke Panti Jompo yang kurang mampu.
Selain itu, HMI Juga turut dilibatkan dalam kegiatan dengan Tema "Natal Gembira" itu. "HMI akan berparpartsipasi aktif dalam kegiatan ini"  kata ketua Umum HMI Cabang Ternate. (Alherfan Barmawi).

(YH4519)

read more →

M.Sarafuddin; HMI Akan Membantu Pembangunan Daerah Berbasis Data

Online.com:TernateHMI Cabang Ternate Periode 2017-2018 yang dilantik pada hari rabu tanggal 29 November 2017 kemarin, baru menyelesaikan Rapat Kerja  pada Kamis 5 Desember 2017 di aula sekretariat HMI Cabang Ternate Kelurahan Akehuda Kota Ternate Utara. 
Setelah rapat kerja yang berlangsung selama dua hari itu membuahkan hasil yang dijadikan sebagai haluan organisasi, dengan pembahasan program kerja juga membuat arah HMI Cabang Ternate lebih terpadu dan sistematis dan yang berbasis data dan informatif.
Hal ini saat dikonfimasi oleh wartawan Online.com di SekretariatHMI Cabang Ternate kepada Ketua Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah (PPD) M. Sarafuddin mengatakan “HMI Cabang Ternate Periode kali ini akan berpartisipasi dalam pembangunan daerah berbasis data”
Dengan strategi riset advokasi dan ivestigasi. HMI akan lebih realistis menyampaikan gagasan.” tambahnya.
ia juga menjelaskan bahwa “partisipasi dalam pembanguan daerah tidak haya advokasi masalah korupsi, melainkan HMI juga meng advokasi dan menginvestigasi tentang Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk dijadikan referensi penbangunan daerah di Maluku Utara.” Jelasnya.
Harapanya, dengan data yang dihimpun. PEMDA bisa memakainya sebagai sandaran untuk melakukan pembangunan Daerah di Maluku Utara
Saya berharap. PEMDA bisa pakai konsep HMI yang berbass data ruset advokasi dan investigasi ini sebagai acuan untuk melakukan pembanguan”
Pemeritah Daerah juga harus siap dikritik dan bekerja sama dengan seluruh komponen masyarakat mahasiswa dan lembaga-lembaga mahasiswa untuk membangun dan menata Maluku Utara lebih baik lagi. Tutupnya.
(YH/4519)
read more →

Ini Komentar Sekretaris PBB Tikep Terkait Pilgub Maluku Utara

Online.com;Ternate, Terkait Pemilihan Gubernur Maluku Utara 2018 mendatang, sikap DPC PBB Tikep mengacu pada instruksi partai yang ditetapkan di rapat Pleno kemarin, pasalnya, partai yang berlogo Bulan dan Bintang itu menetapkan Haji Bur sebagai Calon Gubernur Maluku Utara di Pilgub 2018 mendatang, Hal ini di sampaikan oleh Sekretaris DPC Tikep via whatsapp 06/12/2017. Masriyanto Abd. Samad. "DPC PBB Tikep siap mengawal keputusan rapat pleno penetapan calon Gubernur yang menetapkan Hi Bur sebagai kandidat di Pilgub mendatang" Tandasnya. 

Mantan Ketua BEM Sastra itu juga mengungkapkan bahwa kekuatan PBB telah siap dengan menggunakan mesin partai untuk kosulidasi memenangkan kandidat yang telah didukung oleh Partai Bulan Bintang. 
"Kekuatan PBB Tikep telah siap dalam memenagkan Hi Bur di Tikep"
Sejauh ini mesin partai DPC PBB di Tikep telah siap memenangkan Calon Gubernur yang diususng PBB. sisanya diperkuat dengan konsulidasi di kelurahan-kelurahan untuk memperkuat basis. Lanjutnya. 
Selain dari itu, Sekretasis DPC PBB Tikep ini juga menyampaikan bahwa selain PBB Tikep, juga seluruh DPC PBB Kabupaten/Kota juga memiliki sikap yang sama serta kesiapan yang sama.
"Seluruh DPC PBB Kabupaten Kota punya sikap dan kesiapan yang sama" Pungkasnya. 
Harapanya, jika Gubernur yang diusung oleh PBB juga untuk tidak melupakan janji yang disampaikan saat kampanye serta lebih harus lebih fokus perhatiannya pada masyarakat. 
"Harapan saya, jika Gubernur yang diusung PBB menang, jangan lupa janji yang disampaiakan saat kampanye dannlebih perhatian lagi pada masyarakat." Imbuhnya. 
"Sebab di Pilgub Maluku Utara kali ini dan seterunya, PBB Maluku Utara bercita-cita untuk menciptakan Demokrasi di Maluku Utara lebih bermartabat"  Tutupnya
(YH/4519)
read more →

Muksin Amrin Menghimbau Agar ASN Tidak Berkampanye di Medsos

Ternate, Online.com: Menjelang pendftaran bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Maluku Utara, warga media sosial di ramaikan dengan saling menjatuhkan kandidat mereka masing-masing. Lebih-lebihnya ada keterlibatan ASN yang adu cek_cok di media sosial tentang Bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur. 
Menurut pantauan awak media Online.com di facebook, Muksin Amrin dalam Satatus akun Facebooknya yang diunggah sekitar pukul 14:00 06/12/2017  mengutarakan bahwa "Menjelang tahapan pendaftaran Calon Gubernur & Wkl Gubernur Malut, saat ini di media sosial baik fb, twiter dll terjadi saling menjelek"jelekan, saling dukung mendukung" jelasnya dalam status Akun facebook
Ketua Bawaslu Malut ini juga memantau beberapa status akun facebook dan menemukan banya ASN yang terlibat dalam hal tersebut.
"dan terpantau banyak ASN yang berkomentar soal ini, oleh krna itu dihimbau agar ASN kembali ke habitatnya sebagai pelayan publik, tidak perlu ikut wilayah politik, krana nanti akan berpotensi mengganggu tahapan pemilu"  Ungkapnya (Status Akun Facebooknya)
Hal ini kemudian lebih jelas hasil pantauan  awak online.com menemukan sejumlah ASN di beberapa group facebook turut mengkapanyekan salah satu bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernu dengan cara mengupload foto kandidat dan disertai dengan latar kata-kata dukungan. 
Ketua BAWASLU Provinsi Maluku Utara ini, di akhir statusnya dengan cara menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk sama-sama mengawal agenda Pilgub bersama-sama agar pilgub terlaksana dengan demokratis. 
"mari sama-sama kita awasi dan jaga pilgub malut agar terlaksana dengan Demokratis" 
(YH/4519)
read more →

Manusia Kini & Cyber Paper

Masyarakat kini yang diperhadapkan dengan kecangihan teknologi infomasi, mengakses segala bentuk informasi melalui medium internet dan tidak lagi menggunakan kertas. keadaan seperti inilah kemudian distilahkan olehseorang pakar asal Inggris Frederick W. Lanceser "Manusia Tanpa Kertas" (Paperless Society) maksudnya adalah masyarakat yang pada suatu waktu tidak lagi menggunakan kertas sebagai medium komunikasi dan pertukaran informasi. Pendapat ini jauh sebelum banyak orang menggunakan internet.
Saat ini, pendapat pakar komunikasi asal inggris itu terbukti bahwa kini masyarakat lebih banyak bertukar informasi dengan "cyber paper" mulai dari SMS, MMS, FACEBOOK, TWITER, BBM, WHATSAPP dan media-media lain yang baru bermunculan di era kekinian. 
Dinamika Cyber kekinian banyak menampilkan komunikasi singkat yang kecenderungan melahirkan generasi yang malas membaca dan dan menulis. Penyediaan aplikasi android yang minimalis mengharuskan para pengguna menggunakan bahasa singkat yang menggeser struktur tata bahasa yang kian memburuk. Selain itu, ruang diskusi semakin hari-semakin kosong. Ramai-ramai dalam group tapi hampa dalam perkumpulan tatap muka. 
Banyak perkumpulan yang kita lihat di warung-warung kopi sedikit diskusi dan celoteh rindu tapi banyak fokus ke android yang isinya media sosial. Sepertinya pendidikan formal kalah bersaing dalam mendidik generasi ketimbang media sosial. 
Sebab anak usia 7 lebih menghafal penggunaan facebook ketimbang penyelesaian soal matematika di sekolah. 
Persoalan dominasi cyber terhadap ruang lingkup baca dan tulis tidak bisa kita hindari. Melainkan kita harus mampuh memenagenya dengan cerdas dan teratur. 
Pertanyaan kemudian adalah bgmana nasib industri kertas ? Bisa kita lihat bahwa bukan berarti nasib industri kertas akan tutup, melainkan masih akan tetap bertahan dan terus hidup. Meski peralihan masyarakat ke dunia cyber, banyak kebutuhan kertas di bisa dimanfaatkan selain percetakan buku dan media cetak lain.
Cyber cukup prakris untuk dimanfaatkan, tapi tidak harus mengabaikan kertas dalam mentrasformasikan ide dan gagasan. Sebab kertas mengajak membentuk kultus para kutu buku dan penulis secara praktis membaca dan menulis terlihat nyata dalam aktifitas intelektual. Tidak seperti memegang android yang dilekatkan pada dunia hiburan dan komunikas biasa.
Akhirnya, kertas tidak pernah kalah dengan cyber. Kemungkinan sebaliknya, cyber akan mengalami keruntuhan saat titik kejenuhan memuncak. Sebab, cyber menguras biaya dan waktu yang terbuang percuma.

PENULIS: Embun Pagi (Nama Pena)
read more →